Oleh Supriyanto MSc
Mahasiswa S3, Supply Chain Management, Universitaet Duisburg-Essen, Jerman

Penaikan harga minyak sampai US$146/barel beberapa waktu lalu agak terasa janggal. Tidak seperti penaikan sebelumnya, melambungnya harga minyak kali ini sulit dijelaskan faktor fundamental ekonomi. Ketidakjelasan tersebut akhirnya menimbulkan banyak tanggapan dan spekulasi.

Seorang ahli energi dari Purvin & Gertz, John Vautrain, menduga bahwa penaikan harga minyak kali ini disebabkan adanya ancaman serangan Amerika dan Israel terhadap instalasi nuklir Iran, yang juga pengekspor minyak 2.780 barel/hari. Sementara itu Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown, berpendapat tingginya harga minyak dipicu turunnya produksi dari negara OPEC. Menurut data statistik, produksi minyak dunia memang dilaporkan sedikit menurun sebesar 0,2% dan pada saat yang sama kebutuhan meningkat 0,1%. Namun, pernyataan itu dibantah Presiden OPEC Chakib Khelil. Ia menegaskan bahwa perubahan permintaan dan penawaran tersebut tidak cukup signifikan untuk membuat harga minyak naik sampai 200%. Dia cenderung melihat dolar sebagai penyebab meroketnya harga minyak. Melemahnya nilai dolar ditengarai telah mendorong para investor mengalihkan investasinya pada komoditas, termasuk minyak. Yang paling menarik adalah analisis Gorge Soros. Berbeda dengan ekonom pada umumnya, Soros menyimpulkan bahwa penaikan harga minyak kali ini tidak terlepas dari ulah para spekulan. Hipotesis ini menjadi sangat menarik, karena fakta menunjukkan indikasi ke arah sana… Selengkapnya…